Inter
Tropical Convergence Zone
Menurut Threwartha dan Horn (1968), ITCZ adalah garis
atau zona yang berkaitan dengan pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan
udara yang sangat rendah dari daerahsekitarnya dan berada di antara dua
cekungan equatorial. ITCZ merupakan daerah pertemuan angin yang membentuk awan penghasil hujan yang berada
di sekitar wilayah itu sehingga hujan turun
cukup deras secara berkesinambungan ITCZ adalah sumbu arus angin pasat di
daerah tropis yang memisahkan pasat timur laut dari pasat tenggara. Bisa juga ITCZ merupakan pertemuan antara angin pasat dari belahan bumi
utara (BBU) dengan angin pasat dari belahan bumi selatan (BBS).
Sistem
perawanan dalam ITCZ yang terbentuk adalah cluster awan dengan pertumubuhan
vertikal yang luar biasa seperti halnya konvergensi yang terjadi di atas Bali
dan Nusa Tenggara yang terjadi merupakan pemusatan pertumbuhan awan. Energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan keberadaan ITCZ diperoleh dari penguapan
di permukaan laut yang dibawa oleh konvergensi angin troposfer bawah. Jadi ITCZ
tidak lain adalah palung ekuatorial yang lokasinya berubah/ubah sesuai dengan perubahan thernal
equatorial dan tergantung pada gerak matahari serta distribusi daratan dan lautan. Sabuk ITCZ
membawa hujan ini terbentuk akibat konvergensi
angin pasat dekat equator yang akan bergerak melintasi ekuator dari utara ke
selatan atau sebaliknya sesuai dengan
pergerakan semu matahari. Konvergensi pada ITCZ inilah yang dapat
menciptakan hujan deras di kawasan yang dilaluinya.
Indonesia merupakan salah satu negara
yang berada di wilayah equator dan memiliki iklim tropis. Wilayah equator pada
umumnya merupakan wilayah pusat tekanan rendah atau lebih dikenal dengan wilayah siklon.
Wilayah siklon merupakan wilayah tempat berkembangnya awan-awan konvektif yang menjadi sumber pertumbuhan badai dan cuaca
buruk lainnya. Wilayah ini lebih
dikenal dengan nama Intertropical Convergence Zone (ITCZ). Wilayah ini terletak antara lintang
5° sampai 23° baik utara maupun selatan.
Mempelajari ITCZ sangat diperlukan
untuk menjelaskan beberapa fenomena-fenomena iklim yang terjadi
di dunia, khususnya wilayah Indonesia, daerah tropis. ITCZ mampu menjelaskan fenomena
banjir yang telah melanda hampir sebagian besar wilayah di Indonesia. ITCZ memainkan
peran penting pada keseimbangan energi atmospheric (Waliser Gautier dan1993)
dan di bumi iklim (Zhang 1994), menyerap panas yang berlebihan di atas permukaan lautan
tropis yang ditransfer ke troposphere rendah melalui penguapan kemudian diangkut
ke altitude tinggi melalui konveksi dan panas laten dan latitude tinggi melalui
sirkulasi Hadley. Selain itu, peningkatan awan konvektif terkait dengan sistem kontribusi
yang signifikan pada albedo planet, kapasitas, dan transmisivity dari kejadian
radiasi matahari. Di dalam dan di luar ITCZ, fluxes panas, kelembaban,
dan momentum dan radiasi melalui permukaan laut dan dalam suasana berbeda. Dengan
demikian, struktur, posisi, dan migrasi dari ITCZ adalah penting dalam menentukan dan menganalisis iklim bumi pada skala
global. Dengan demikian, kekuatan dan karakter
dari kopeling udara/laut adalah penting dalam menentukan iklim bumi pada skala
local.
Menurut Jurnal dari Erma Yulihastini, Ibnu Fathrio,
dan Nani Cholianawati cara memonitor ITCZ adalah dengan mengambil data dari
MTSAT(Multifunctional Transport Satellite) satellite dengan resolusi 4 km dan
menggunakan panjang gelombang 10,3 sampai 11,3 micrometer. Dimana panjang
gelombang tersebut mengindikasikan suhu dari benda hitam. Semakin tinggi awan
makan suhu akan semakin rendah dan akan muncul lebih terang di gambar satelit,
begitupun sebaliknya.
Cara
mengolah data tutupan awan tersebut adalah dengan cara mentransfer data tutupan
awan dari penimpanan data MTSAT ke unit data processing. Lalu data yang masuk
ke unit data processing akan diproses dengan program bahasa MATLAB. Dan jika
terjadi sesuatu yang salah atau akan terjadi fenomena buruk maka unit data
processing akan mengirim pesan ke users. Hasil dari unit data processing akan
ditampilkan dalam website LAPAN. Hasilnya berupa gambar spasial yang terdiri
dari 3 kondisi yaitu ITCZ dalam 10 hari terakhir, data 10 hari sebelumnya, dan
rata-rata ITCZ.
ITCZ
memiliki kesesuaian dengan data curah hujan insitu dalam menentukan prakiraan
awal musim untuk curah hujan monsunal, ekuatorial, dan local. Dimana informasi
prakiraan awal musim dibutuhkan di berbagai sector. Sebagai contoh yakni sector
pertanian yang membutuhkan informasi prakiraan awal musim untuk memastikan
persediaan produksi nasi dan meningkatkan ketahanan pangan. Informasi prakiraan
awal musim juga penting untuk melakukan tindakan preventif dalam menghadapi
musibah alami seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Prakiraan
awal musim didapat dari profil ITCZ yang bersumber dari data tutupan awan
MTSAT. Profil ITCZ juga dibandingkan dengan data angin untuk menunjukkan
lompatan ITCZ dan hubungannya dengan sirkulasi pembalikan angina yang
signifikan terhadap onset monsoon. Data angin tersebut berasal dari data
reanalysis II NCEP/NCAR. Profil lompatan ITCZ untuk menentukan prakiraan awal
musim diperoleh dengan mencari lintang dari pixel dengan minimum shuhu benda
hitam pada tiap bujur. Profil tersebut terdiri dari profil spasial dan time series.
Data ini berkorelasi dengan data curah hujan dan data angina zonal untuk Benua
Maritim Indonesia bagian selatan.
Sumber :
Pusat Sains
dan Teknologi Atmosfer
Jurnal LIPI 2012 “Method of Delineate of the ITCZ for the ITCZ Monitoring
System Related to Early Season” oleh Erma Yulihastin, Ibnu Fathrio, dan Nani
Cholianawati
0 Komentar